Rabu, 02 Mei 2012

Pengaruh IFRS terhadap Asuransi

         Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat.
Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di”himpun” dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi.

Beberapa karakteristik dari akuntansi perusahaan asuransi kerugian antara lain:
1.  Penentuan beban tidak dapat sepenuhnya dihubungkan dengan pendapatan premi, karena timbulnya beban klaim tidak selalu bersamaan dengan pengakuan pendapatan premix.
2.   Laporan laba rugi sangat dipengaruhi oleh unsur estimasi, misalnya: estimasi mengenai besarnya premi yang belum merupakan pendapatan (unearned premium income) dan estimasi mengenai besarnya klaim yang menjadi beban pada periode berjalan (estimasi klaim tanggungan sendiri).
3.    Perusahaan asuransi harus memenuhi ketentuan pemerintah dalam hal batas tingkat solvabilitas (solvency margin).
Menurut Undang-Undang No. 2 Tahun 1992, yang dimaksud dengan asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Agar suatu kerugian potensial (yang mungkin terjadi) dapat diasuransikan (insurable) maka harus memiliki karakteristik:
1) terjadinya kerugian mengandung ketidakpastian,
2) kerugian harus dibatasi,
3) kerugian harus signifikan,
4) rasio kerugian dapat terprediksi dan
5) kerugian tidak bersifat katastropis (bencana) bagi penanggung.


Konvergensi PSAK ke IFRS
Dewan Standar Akuntansi Keuangan-Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK-IAI) menggelar pemaparan publik atau public hearing draft standar akuntansi baru yang berkaitan dengan industri asuransi. Rangkaian public hearing ini merupakan proses konvergensi IFRS yang dilakukan oleh IAI dan ditargetkan selesai pada tahun 2012. ED PSAK 62 mengadopsi standar akuntansi internasional IFRS 4 yang bersifat prinsip atau principle based. Dengan mengadopsi IFRS 4 maka standar akuntansi Indonesia yang mengatur perusahaan asuransi yakni PSAK 28 dan PSAK 36 direvisi agar tidak bertentangan dengan IFRS 4.
Keputusan DSAK saat ini adalah mendekatkan PSAK dengan IAS/IFRS dengan membuat dua strategi:
1. Strategi selektif.
Strategi ini dilakukan dengan tiga target yaitu; mengidentifikasi standar-standar yang paling penting untuk diadopsi seluruhnya dan menentukan batas waktu penerapan standar yang diadopsi, melakukan adopsi standar selebihnya yang belum diadopsi sambil merevisi standar yang telah ada, dan target terakhir adalah melakukan konvergensi proses penyusunan standar dengan IASB.
2. Strategi dual standard.
Strategi ini dilakukan dengan menerjemahkan seluruh IFRS sekaligus dan menetapkan waktu penerapannya bagi listed companies. Sedangkan bagi non listed companies tetap menggunakan PSAK yang telah ada.
Dalam penerapan kedua strategi tsb harus mempertimbangkan lima hal:
1.   Konvergensi standar dan proses konvergensi itu sendiri, Hal ini perlu dipertimbangkan karena DSAK belum memutuskan kapan melakukan konvergensi.
2.      Ketersediaan dana untuk penerjemahan standar.
3.      Ketersediaan sumber daya manusia.
4.      Ketentuan perundang-undangan di Indonesia.
5.      Sosialisasi standar dan peluang moral hazards dalam penyusunan laporan keuangan.
Terdapat beberapa hambatan yang masih dihadapi:
1.  Masih adanya ketidaksesuaian standar di beberapa negara dengan ketentuan IFRS yang signifikan (seperti aturan tentang instrumen keuangan dan standar pengukuran berdasar fair value accounting)
2.  Masih terdapat perbedaan kepentingan antara IFRS yang berorientasi pada capital market dengan standar akuntansi negara-negara yang berorientasi pada ketentuan perpajakan (tax-driven).
3.   Berbagai aturan yang kompleks dalam IFRS dianggap sebagai hambatan bagi sebagian negara untuk melakukan konvergensi.
4.    Masih terdapat gap yang cukup besar antara IFRS dengan standar akuntansi nasional yang diterapkan untuk perusahaan kecil dan menengah (UKM).

Contoh Kasus yang Terjadi :
Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, kontribusi pendapatan premi industri asuransi jiwa pada 2010 telah didominasi produk unitlinked yang mencapai Rp 44,73 triliun atau 58,87% dari total pendapatan premi sebesar Rp 75,98 triliun. Pada 2010, pendapatan premi yang dibukukan perusahaan asuransi jiwa dari produk konvensional hanya Rp 31,25 triliun atau 41,13% dari total kontribusi premi. Kontribusi ini berubah dibandingkan tahun sebelumnya, di mana unitlinked hanya memberikan kontribusi 35,69% atau sebesar Rp 21,5 triliun dari total pendapatan premi Rp 60,24 triliun. Pendapatan premi dari produk asuransi konvensional pada 2009 tercatat 64,29% atau Rp 38,73 triliun.Pendapatan premi dari produk asuransi unitlinked pada 2010 jugatumbuh 108%. Pada tahun 2009, pendapatan premi dari produk asuransi unitlinked meningkat 55,22% dari 2008 yang hanya Rp 13,85 triliun. Sementara itu, pendapatan premi dari produk konvensional pada 2010 turun 19,3%. Hary Prasetyo, Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero), perusahaan asuransi jiwa skala besar milik pemerintah, mengatakan aturan PSAK yang akan diterapkan tahun depan akan menahan minat perusahaan memperbesar produk unitlinked. Perusahaan berencana mengeluarkan produk unitlinked baru tahun depan, tetapi target yang ditetapkan tidak akan terlalu besar. Jiwasraya akan lebih fokus kepada produk lain yang nilai preminya dicatatkan utuh dalam pembukuan.Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) berencana mengeluarkan pernyataan standar akuntansi keuangan (PSAK) hasil konvergensi standar akuntansi internasional pada tahun 2012. Menurut pejabat Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia, aturan ini diprediksi akan mengurangi pendapatan premi industri asuransi jiwa tahundepan. Benny Waworuntu, Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa, mengatakan pada 2012 Bapepam-LK akan menerapkan pencatatan PSAK yang memisahkan transaksi premi murni dan premi investasi atau kontrak asuransi dan kontrak investasi. “Nantinya, kontrak investasi atau premi investasi tidak lagi dicatatkan sebagai pendapatan premi dalam laporan keuangan berdasarkan ketentuan yang baru,” kata Benny. Penurunan pendapatan premi ini hanya akan berpengaruh terhadap laporan keuangan, namun nilai pendapatan premi yang diterima perusahaan belum tentu terpengaruh. Selama ini, pencatatn sesuai PSAK 28 dan PSAK 36 belum membedakan perolehan premi yang masuk menurut pemaparan industri asuransi. Penurunan pendapatan premi ini akan terjadi pada perusahaan-perusahaan yang banyak mengandalkan penjualan produk unitlinked. Dalam ketentuan PSAK yang baru tersebut, pemisahan pencatatan pendapatan premi dari kontrak asuransi dan kontrak investasi akan dilakukan perusahaan asuransi sendiri. Benny menilai lebih baik Bapepam-LK yang melakukan pemisahan ini agar terjadi pencatatan yang lebih objektif. “Saat ini, kami masih duduk bersama dengan Dewan Standarisasi Akuntansi untuk membahas hal ini,” kata dia. Isa Rachmatawarta, Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, mengatakan banyak peraturan yang akan dikeluarkan Bapepam-LK akhir tahun ini atau awal tahun depan, termasuk ketentuan PSAK yang baru bagi perusahaan asuransi. “Perusahaan asuransi harus siap-siap terhadap ketentuan aturan baru,” kata Isa. Sebelumnya, Isa mengatakan pendapatan premi industri asuransi ke depan bisa teridentifikasi, antara perolehan premi proteksi dengan premi investasi. Saat ini, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) masih membahas rancangan PSAK yang mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) 4. Regulator berkoordinasi dengan organisasi tersebut untuk melakukan konvergensi IFRS 4. Standar Khusus Akuntansi untuk Asuransi Kerugian merupakan standar akuntansi kedua yang khusus mengatur jenis badan usaha tertentu setelah dikeluarkannya. Standar Khusus Akuntansi untuk Koperasi. Standar Khusus ini disusun atas dasar kerja sama antara Ikatan Akuntan Indonesia dan PT. Asuransi Jasa Indonesia. Asuransi sebagai suatu sistem proteksi atas risiko yang dihadapi masyarakat dari kerugian yang bersifat finansial, membutuhkan profesionalisme dari perusahaan asuransi yang mengelolanya. Yaitu dengan menjaga kondisi keuangannya sedemikian rupa sehingga dapat memberikan kepercayaan yang tinggi kepada masyarakat. Peranan asuransi dalam pembangunan nasional tidak hanya dapat dilihat dari jumlah dana yang dapat di”himpun” dari masyarakat, tetapi juga dari banyaknya pembayaran klaim yang dilakukan oleh perusahaan asuransi. Industri Asuransi tahun 1983 sampai dengan 1985 mengalami kesulitanvIndonesia dalam  karena antara lain: Menderita kerugian yang cukup besar karena hasil  Stabilitas keuangan perusahaan asuransivunderwriting tidak memadai Di bahkan minus. dalam pasar reasuransi internasionalvtidak terjamin.  Untuk meningkatkan reputasivtidak mempunyai reputasi yang cukup baik.  industri asuransi Indonesia, diperlukan: Adanya accounting standard yang Peningkatan mutu produk dan pasar dalam industri asuransi.vberlaku di Perusahaan asuransi di Indonesia relatif mengalami kelambatan dalam perkembangan permodalan. Hal ini disebabkan berbagai keadaan yang belum memadai untuk memungkinkan pengembangan permodalan tersebut. Dengan adanya suatu Accounting Standard maka perhitungan hasil usaha menjadi lebih jelas, adanya suatu accounting standard akan memberikan value added bagi industri asuransi dan masyarakat yang akan memberikan dampak positip terhadap pembangunan nasional.Industri asuransi nasional harus siap-siap beradaptasi dengan pencatatan laporan keuangan baru. Karena Biro Perasuransian Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) akan menerbitkan standar akuntansi keuangan alias PSAK hasil konvergensi standar akuntasi internasional. PSAK yang mencatat laporan keuangan perusahaan asuransi tersebut nantinya akan membedakan transaksi premi murni (proteksi) dengan premi investasi. “Jadi, pencatatan laporan keuangan tidak lagi berdasarkan entitas, melainkan membedakan transaksi premi proteksi dan investasi. Dengan demikian, premi industri asuransi ke depan bisa teridentifikasi, antara perolehan premi proteksi dengan premi investasi. Karena PSAK yang mengatur keuangan perusahaan asuransi, yakni PSAK 28 dan PSAK 36 belum membedakan perolehan premi yang masuk dalam pemaparan akuntansi industri. Saat ini, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) masih menggodok rancangan PSAK yang mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS) 4. Regulator berkoordinasi dengan organisasi tersebut melakukan konvergensi IFRS 4. “PSAK baru ini merupakan terjemahan dari IFRS 4, kemungkinan terbit 2012 mendatang,” imbuh Isa. Member of Working Committee Financial Reporting yang khusus dibentuk Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), Iwan Pasila mengungkapkan, IFRS 4 yang bakal dirancang dalam PSAK 62 ini untuk membedakan pencatatan kontrak asuransi dan bukan kontrak asuransi. Saat ini, pihaknya mengklaim, sepakat dan akan terus memberikan masukan kepada IAI. Iwan menjelaskan, sebetulnya aturan pencatatan keuangan perusahaan asuransi ini cukup baik mengikuti perkembangan standar internasional. “Tidak bisa dipungkiri, belum seluruh pelaku industri siap. Apalagi, karena ketentuan pencadangan. Ketentuan dengan metode berteknologi canggih ini belum bisa diimplementasikan menyeluruh,” pungkasnya. Selain itu, banyak pekerjaan rumah yang harus diberlakukan industri asuransi nasional. Misalnya, bagaimana perusahaan asuransi beralih menyeragamkan pencatatan akuntansi yang biasa dilakukannya dengan mengikuti standar internasional. Seperti, sistem pencatatan, basis teknologi yang memadai, termasuk sumber daya manusia. Ketika dikonfirmasi, Ketua AAJI Hendrisman Rahim mengaku belum mengetahui rancangan PSAK yang mengatur pemisahan transaksi premi proteksi dan investasi tersebut. Namun, Hendrisman mengungkapkan, pihaknya mendukung pencatatan akuntansi perusahaan asuransi agar sesuai standar internasional. Vice President Asuransi Aviva Indonesia, Albert Wanandi mengungkapkan hal senada. Ia mengatakan, belum mengetahui rencana regulator mengadopsi IFRS 4. “Namun, secara prinsip, kami mendukung pemisahan transaksi premi proteksi dengan investasi. Pencatatan akuntansi perusahaan asuransi ini mencoba mengikuti.

Sumber :